Share this:

Gen Z dan Produk Genderless Part 1

15 January 24

Sebagai generasi yang selalu mencari ruang untuk berekspresi, Gen Z memiliki pandangan bahwa stereotip gender yang selama ini ada di masyarakat dapat menghambat hal tersebut. Stereotip gender merupakan sebuah konsep pemberian atribut, karakteristik, atau peran tertentu kepada individu berdasarkan kelompok sosialnya. Bahkan jauh sebelum generasi ini lahir, stereotip gender sudah dianggap sebagai pemahaman yang memberatkan terutama bagi perempuan. Di akhir abad ke-20, perempuan sudah melakukan dobrakan dalam gaya berpakaian yang dibentuk oleh sistem patriarki melalui pilihan pakaian yang lebih netral, bahkan cenderung ke mode maskulin.

Dengan keberagaman yang mengiringi kehidupan Gen Z, mereka pun tumbuh dengan sikap eksploratif dan straightforward yang menjadi acuan dalam menentukan sesuatu—salah satunya adalah cara mereka berbelanja. Gen Z tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga sangat memperhatikan nilai-nilai yang akan mereka representasikan. Kebutuhan akan ekspresi dan inklusivitas ini mendorong mereka untuk mencari produk dan brand yang mendukung nilai-nilai tersebut, serta memicu permintaan yang lebih besar untuk konsep genderless dalam dunia belanja mereka. 

Genderless di Mata Gen Z

Terkait isu kesetaraan sosial, menurut data yang dihimpun McKinsey di tahun 2018, sebanyak 48% Gen Z memiliki pandangan positif terhadap brand yang tidak mengklasifikasi produknya berdasarkan gender. Riset tahun 2019 menyatakan 71% Gen Z di negara barat menyatakan bahwa genderless menjadi aspek yang penting untuk ada pada sebuah brand. Bahkan di Tiongkok, 53% perempuan muda dari kalangan Gen Z mulai menyukai pakaian gender-neutral. Hal ini menunjukkan bahwa di negara Asia yang masih lekat dengan stereotip gender sudah mulai menerima konsep genderless sebagai salah satu aspek penting dari sebuah merek. 

Lalu, bagaimana penerapan konsep genderless pada industri yang memiliki Gen Z sebagai target market terbesar? Dan aspek apa saja yang perlu ada dalam suatu brand agar dapat disebut sebagai genderless

Genderless pada Industri Fesyen dan Kecantikan

Ketika membahas soal genderless, salah satu industri yang paling terbuka untuk konsep tersebut adalah fesyen. Dengan tren yang semakin beragam, fesyen genderless justru menekankan pada kenyamanan dalam berpakaian serta representasi gaya personal bagi penggunanya. 

“Aku, tuh, pernah pakai rok, tapi nggak berani pakai yang warna-warni, jadi ya udah, hitam aja. Jadi masih rada maskulin gitu.” — Kian, 21, laki-laki 

Baik perempuan maupun laki-laki, pemilihan pakaian di luar stereotip yang selama ini melekat tentu menjadi tantangan. Preferensi pribadi tidak seharusnya dipaksakan karena semua kembali pada tujuan masing-masing individu. Dan di atas itu semua, Gen Z juga menganggap bahwa pilihan fesyen ini merupakan ajang untuk menjadi bagian dari gerakan positif, serta bukti bahwa tidak ada batasan dalam berekspresi. 

Di sisi lain, ada juga Gen Z yang lebih memilih bermain “aman” dengan mengutamakan kenyamanan dalam berpakaian. 

“Menurut aku, pakaian yang simpel dan basic itu bisa dibilang genderless, sih, yang bisa dipakai laki-laki dan perempuan gitu.” — Tasya, 24, perempuan

Pemilihan produk fesyen yang serbaguna dan cocok digunakan oleh berbagai kalangan dianggap sebagai salah satu aspek penting dalam konsep genderless. Dengan begitu, setiap individu memiliki fleksibilitas untuk mengkreasikan gaya yang sesuai dengan kepribadian mereka.

Industri kecantikan dan perawatan tubuh ternyata juga berpotensi untuk menerapkan konsep genderless. Berbeda dengan industri fesyen, Gen Z memandang bahwa produk kecantikan dan perawatan tubuh seharusnya dinilai berdasarkan kondisi kulit setiap individu, bukan lagi dari gendernya. 

“Buat gue, skincare tuh kadang nggak cenderung ngeliat brand, sih, tapi lebih ke efektivitas dan kandungannya.” — Yudhis, 22, laki-laki

Dalam konteks ini, terjadi pergeseran pandangan terhadap produk skincare, yang sebelumnya sering diidentikkan dengan perempuan, kini semakin diminati oleh laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya pengertian bahwa perawatan kulit adalah bagian penting dari perawatan tubuh secara keseluruhan. Perubahan ini juga dipengaruhi oleh pandemi Covid-19, di mana kesadaran akan kesehatan pribadi, termasuk kesehatan kulit, semakin meningkat.

Namun, terkait dengan produk makeup, masih ada hambatan bagi laki-laki untuk menerimanya, karena citra dan nama brand makeup yang umumnya masih sangat erat dengan konsep “beauty”. Dalam hal kemasan produk, Gen Z laki-laki juga cenderung mempertimbangkan untuk membeli produk dengan tampilan yang lebih netral. Meski demikian, Gen Z pada dasarnya telah memahami pentingnya penggunaan makeup sebagai alat untuk meningkatkan penampilan.

“There is no limitation for using makeup. Jadi, ya not only for female saja, sekarang orang-orang udah mulai paham gimana cara self-care dan berpenampilan bagus, gimana (terlihat) rapi dan enak dilihat oleh orang lain.” — Yudhis, 22, laki-laki

Dari penjelasan tersebut, konsep genderless bagi Gen Z merupakan sebuah kebebasan untuk berekspresi tanpa batas sekaligus menjadi bagian dari pergerakan positif di era sekarang. Memahami hal ini dapat membantu sebuah brand untuk memiliki citra yang lebih baik di mata Gen Z, yang artinya jangkauan target market yang juga semakin luas. Lalu, bagaimana strategi brand di luar sana yang sudah menerapkan konsep genderless pada produknya? Aspek apa saja yang dimunculkan agar bisa disebut genderless? Simak artikel selanjutnya untuk pembahasan lebih dalam tentang produk genderlessLet’s connect!